BAGAIMANA AKU MENCAPAI JALAN TAUHID Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Hafizahullah (Bagian Kedelapan –habis-) Sikap Para Syaikh Shufi Terhadap Tauhid
Suatu ketika saya menemui seorang syaikh besar yang memiliki banyak murid dan pengikut. Dia adalah seorang khotib dan imam masjid besar. Saya mulai bercakap-cakap dengannya tentang do’a, bahwa do’a itu adalah ibadah yang tidak boleh dimohonkan kecuali hanya kepada Allah semata. Saya memperkuat argument saya dengan dalil dari Al-Qur’an, yaitu firman Allah Azza wa Jalla:
{قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً. أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا} (56-57) سورة الإسراء
“Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti” (QS. Al-Isro: 56-57). Saya bertanya kepadanya tentang pengertian firman Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an:
{…أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ… } (57) سورة الإسراء
“…Orang-orang yang mereka seru itu…(QS. Al-Isro: 57).
Ia menjawab: “Berhala-berhala”
Saya katakana bahwa maksud ayat ini adalah permohonan kepada para wali dan orang-orang sholih.
Ia berkata kepadaku:”Kita kembali ke tafsir Ibn Katsir”
Kemudian setelah itu, ia mengambil Tafsir Ibn Katsir dari perpustakaannya. Dan ternyata dalam buku itu terdapat banyak sekali pendapat tentang itu, dan pendapat yang paling benar adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori yang berkata: Sekelompok jin yang disembah kemudian mereka masuk Islam. Dan dalam riwayat lain: Sekelompok manusia yang menyembah sekelompok jin, lalu kelompok jin itu masuk Islam dan berpegang teguh kepada agama mereka (baca: Islam). (3/46).
Syaikh itu berkata: “Engkau memang benar”
Sayapun gembira dengan pengakuan syaikh ini. Kemudian sayapun mulai sering berkunjung dan duduk-duduk diruangannya. Suatu ketika saya terkejut ketika saya berada didekatnya, ia berkata kepada para hadirin:”Sesungguhnya orang-orang Wahhabiy itu adalah setengah kafir, karena mereka tidak beriman kepada arwah-arwah”.
Saya berkata dalam hati, syaikh ini kembali mungkir. Mungkin ia takut akan kedudukannya dan kewibawaannya sehingga ia membuat kebohongan tentang golongan Wahhabiyah. Karena orang-orang Wahhabiy juga percaya akan adanya arwah-arwah dan tidak mengingkarinya. Karena hal itu diperkuat oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang mereka ingkari adalah keyakinan bahwa para arwah itu dapat melakukan sesuatu, seperti memberi pertolongan kepada orang yang meminta, membantu orang yang masih hidup, serta dapat memberi manfaat dan menolak mudlarat (=kesusahan). Karena semua perbuatan ini termasuk syirik besar yang disebutkan oleh Al-Qur’an yang menceritakan tentang orang-orang yang telah meninggal.
{… وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ.إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ } (13-14) سورة فاطر .
“…Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui” (QS. Faathir: 13-14).
Ayat ini dengan sangat jelas menyebutkan bahwa orang-orang yang telah meninggal tidak memiliki sesuatupun, dan bahwa mereka tidak dapat mendengar do’a orang lain. Walaupun seandainya mereka mendengar akan tetapi mereka tidak akan dapat mengabulkan. Dan pada hari kiamat nanti mereka (orang-orang yang meninggal itu) akan mengingkari perbuatan syirik yang mereka lakukan. Dan hal itu jelas tergambar dalam ayat:
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ (14) سورة فاطر
“Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu…” (QS. Faathir: 14).
Suatu ketika saya duduk-duduk dengan beberapa orang syaikh di masjid daerah saya untuk mempelajari Al-Qur’an setelah sholat Subuh. Semuanya termasuk penghapal Al-Qur’an. Dan kami mendegar salah satu ayat yang dibaca:
{قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ} (65) سورة النمل
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” (QS. An-Naml: 65).
Saya katakan kepada mereka bahwa ayat ini adalah dalil yang sangat jelas, bahwa tidak ada yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah Azza wa Jalla.
Lalu mereka berdiri dan berkata kepadaku:”Para wali juga mengetahui hal yang ghaib”.
“Apa dalil kalian”, sanggahku.
Setiap orang diantara mereka yang hadirpun mulai bercerita tentang berbagai kisah yang mereka pernah dengar dari orang-orang, bahwa wali Fulan mengabarkan hal-hal ghaib.
Saya berkata kepada mereka: Cerita-cerita ini boleh jadi adalah cerita-cerita bohong dan tidak dapat dijadikan dalil, apalagi bertentangan dengan Al-Qur’an. Jadi bagaimana mungkin Anda mengambilnya dan meninggalkan Al-Qur’an.
Akan tetapi mereka tidak puas dengan penjelasannku. Diantara mereka mulai ada yang bersuara keras karena marah dan tidak seorangpun diantara mereka yang memperhatikan ayat ini. Bahkan mereka semua sepakat dalam kebatilan dengan dalil kisah-kisah khurafat yang tersebar dari mulut ke mulut serta tidak punya dasar (dalil) sama sekali.
Saya keluar dari masjid dan tidak lagi datang ke sana pada hari kedua. Lebih baik saya tinggal bersama anak-anak kecil membaca Al-Qur’an daripada duduk-duduk bersama para penghapal Al-Qur’an yang justru menyalahi aqidah Al-Qur’an dan tidak melaksanakan hukum-hukumnya.
Dan yang wajib bagi setiap muslim bila bertemu dengan orang-orang semacam mereka, agar tidak duduk bersama mereka, sebagai pengamalan firrman Allah Azza wa Jalla:
{… وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ} (68) سورة الأنعام
“Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu” (QS. Al-An’aam: 68).
Mereka adalah orang-orang yang dholim yang mempersekutukan Allah dengan manusia yang mereka anggap mengetahui hal-hal ghaib, sementara Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk berkata kepada manusia:
{قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} (188) سورة الأعراف
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf: 188).
Suatu ketika, saya sholat di sebuah masjid dekat rumah. Imam masjid itu mengenalku dan tahu kalau saya aktif dalam dakwah kepada Tauhidullah (=pengesaan Allah) dan tidak memohon kepada selain-Nya. Lalu ia memberiku buku yang berjudul Al-Kafi fii Raddi ‘alal Wahhabiy yang dikarang oleh seorang shufi. Saya membaca buku itu dengan seksama dari awal sampai akhir.
Ternyata di dalam buku ini disebutkan bahwa ada sekelompok laki-laki yang berkata kepada sesuatu ( كُن فيكون) “jadi, maka jadilah”.
Saya heran dengan perbuatan bohong ini, karena hal itu adalah satu shifat Allah semata-mata. Manusia tidak mampu menciptakan lalat bahkan tidak mampu mengeluarkan kembali makanan yang telah ditelan oleh lalat itu.
Allah Azza wa Jalla telah membuat perumpamaan untuk manusia yang menjelaskan kelemahan makhluk-makhluk-Nya
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ} (73) سورة الحـج
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah” (QS. Al-Hajj: 73).
Lalu buku itu saya ke pemiliknya dan ternyata ia pernah bersama-sama saya belajar dan menghapal Al-Qur’an di Daarul Huffadz. Saya bertanya kepadanya: Syaikh pengarang buku ini mengaku bahwa ada sekelompok laki-laki yang mengatakan “kun fayakun” (Jadi, maka jadilah) Apakah ini benar?
Ia menjawab:”Ya benar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata:Kun Tsa’labah (=jadilah Tsa’labah) dan ternyata yang muncul adalah Tsa’labah.
Saya katakana kepadanya: Apakah Tsa’labah sebelumnya tidak ada, kemudian diciptakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ketiadaan? Atau Tsa’labah ini sebelumnya tidak hadir di tempat dan sedang ditungu kedatangannya, dan ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melihat sebuah bayangan dari kejauhan beliau berharap bahwa yang datang itu adalah Tsa’labah, lalu beliau berkata:”Kun, Tsa’labah”.
Jadi seakan-akan beliau berdo’a kepada Allah, semoga yang datang itu Tsa’labah, agar pasukan perang dapat segera berangkat dan tidak terlambat (karena menunggu dia) dan Allah Azza wa Jalla mengabulkan do’anya, agar yang datang itu adalah Tsa’labah.
Orang itu diam dan mengetahui kesalahan syaikh pengarang buku itu. Akan tetapi, buku itu masih juga ia simpan.
Sumber: كيف أهتديت إلى التوحيد
Labels: Aqidah, Nasehat, Siroh
|