Sungguh menarik perkataan Imam An-Nawawi rahimahullah (ketika menjelaskan hadits ini): ”…kemudian jika kebutuhan yang ia minta adalah termasuk kekhususan Allah dan tidak dapat dilakukan oleh makhluk-Nya, seperti memohon petunjuk, ilmu, kesembuhan dari penyakit dan mendapatkan kesehatan, maka ia harus memintanya langsung kepada Rabbnya. Adapun meminta kepada makhluk dan mengandalkan mereka, maka perbuatan tersebut tercela”.
Lalu saya berkata terhadap syaikh tersebut bahwa hadits ini dan penjelasannya menunjukkan larangan memohon sesuatu kepada selain Allah Azza wa Jalla. Tetapi syaikh itu berkata kepadaku:”Bahkan hal itu boleh dilakukan”. Apa dalilmu, sanggah saya. Syaikh itu marah dan berkata:”Bibiku biasa mengucapkan:’Wahai syaikh Sa’ad –nama seseorang yang telah meninggal dan dikubur di dalam masjid untuk memohon sesuatu kepadanya-. Lalu saya Tanya bibi saya itu. Wahai bibiku! Apakah syaikh Sa’ad dapat menolongmu? Lalu bibi saya menjawab:Saya memohon do’a kepadanya, agar ia dapat menghadap Allah dan memberiku syafa’at”.
Saya berkata kepadanya:”Engkau ini seorang ulama, sementara usiamu engkau habiskan dengan membaca buku-buku.Tetapi aqidahmu engkau ambil dari bibimu yang bodoh itu”.
Ia kemudian berkata kepadaku:”Kamu memiliki pikiran-pikiran wahabi –ajaran Muhammad bin Abdil Wahhab-, kamu melakukan umroh lalu datang membawa buku-buku Wahabi”.
Sebenarnya saya tidak banyak tahu tentang Wahabi kecuali apa yang saya dengar dari syaikh-syaikh yang mengatakan bahwa orang-orang Wahabi itu berbeda dengan kebanyak orang, mereka tidak mempercayai para wali dan karomah mereka, tidak mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berbagai tuduhan-tuduhan bohong yang mereka lontarkan.
Saya berkata pada diri saya sendiri: ”Jika orang-orang Wahabiyyah mempercayai permohonan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata dan bahwa yang memberi kesembuhan hanya Allah Azza wa Jalla semata. Maka saya harus mengenal ajaran ini lebih jauh”.
Saya bertanya kepada orang-orang tentang kelompok ini, lalu memberitahu bahwa mereka biasanya berkumpul pada Kamis malam untuk mempelajari tafsir, hadits, dan fiqh.
Lalu saya pergi ke tempat itu bersama anak-anakku dan beberapa orang pemuda terpelajar. Kami masuk ruangan yang besar, lalu duduk menunggu pelajaran dimulai. Dan setelah beberapa saat kemudian, masuklah seorang syaikh yang sudah tua. Ia memberi salam dan menyalami kami semua yang dimulai dari sebelah kanan, lalu duduk di atas sebuah bangku. Tidak seorangpun berdiri untuknya. Saya berkata dalam hati: “Syaikh ini sangat tawadlu (=rendah hati), ia tidak senang jika orang lain berdiri menyambutnya”.
Lalu syaikh itu mulai memberikan pelajarannya:
إن الحمد لله نحمده و نستعينه ونستغفر …
Hingga akhir khutbah sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memulai khutbah dan pelajarannya. Kemudian beliau memulai ceramahnya dengan menggunakan bahasa Arab, menyampaikan hadits-hadits, lengkap dengan penjelasan tentang keshohihan dan perawinya. Dan bersholawat untuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali menyebut nama beliau. Pada akhir pelajaran, beliau disodorkan banyak pertanyaan secara tertulis. Dan beliau selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu yang diperkuat oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ada diantara yang hadir yang mendebatnya, dan beliau selalu menjawab orang yang bertanya kepadanya.
Dan di akhir pelajarannya beliau mengucapkan:
الحمد لله على أننا مسلمون و سلفيون
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita termasuk diantara orang-orang muslim dan salaf”.
Merekalah orang-orang yang mengikuti kaum salaf Ash-Sholeh, yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Sebagian orang mengatakan bahwa kami ini dari golongan Wahabi. Perbuatan ini termasuk panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
{ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ } (11) سورة الحجرات
“…dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan…” (QS. Al-Hujurot: 11).
Dulu, mereka menuduh Imam Asy-Syafi’I rahimahullah sebagai seorang Rafidlo (=salah satu sekte Syi’ah), lalu beliau rahimahullah membantahnya dengan sebuah bait syair:
إن كان رفضا حب آل محمد #### فليشهد الثقلان أني رافضي
Bila Rafidlo itu adalah kecintaan kepada Keluarga Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
Maka saksikanlah wahai Jin dan Manusia bahwa aku adalah seorang Rafidlo
Maka, kami juga membantah mereka yang menuduh kami sebagai seorang Wahabi dengan bait seorang penyair
إن كان تابع أحمد متوهباً #### فأنا المقر بأنني وهاب
Bila orang yang mengikuti Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dianggap seorang Wahabi
Maka saya menyatakan bahwa saya adalah seorang Wahabi
Setelah pelajaran, kami keluar bersama beberapa orang pemuda dan takjub dengan keilmuan dan ketawadluannya. Saya mendengar salah seorang diantara mereka berkata: “Inilah syaikh yang sebenarnya”.
Sumber:
كيف اهتديت إلى التوحيد