FATWA-FATWA TENTANG WUDLU A. Hal-hal yang menghalangi wudlu. Pertanyaan: Apakah hukum wudlunya orang yang menggunakan kutek pada kuku-kukunya? Jawab: Sesungguhnya kutek itu tidak boleh dipergunakan wanita jika ia hendak sholat, karena kutek tersebut akan menghalangi mengalirnya air dalam bersuci (pada bagian kuku yang tertutup kutek tersebut), dan segala sesuatu yang menghalangi mengalirnya air (pada bagian tubuh yang harus dusucikan dalam berwudlu) tidak boleh dipergunakan oleh orang yang hendak berwudlu atau mandi (janabat), karena Allah Ta’ala berfirman: { فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ } (6) سورة المائدة “…maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku..” (QS. Al-Maidah: 6). Jika wanita ini menggunakan kutek pada kukunya, maka hal itu akan menghalangi mengalirnya air hingga tidak dapat dipastikan bahwa ia telah mencuci tangannya, dengan demikian ia telah meninggalkan satu kewajiban di antara beberapa yang wajib dalam berwulu dan mandi. Adapun bagi wanita yang tidak sholat, seperti wanita yang sedang mendapat haid, maka tidak ada dosa baginya jika ia menggunakan kutek tersebut, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah kebiasaan-kebiasaan wanita-wanita kafir, dan menggunakan kutek tersebut tidak diperbolehkan karena terdapat unsur menyerupai mereka.1) Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyyah ditanya:”Diriwayatkan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang maksudnya:”Tidak sah wudlunya seseorang bila pada jari-jarinya terdapat adonan (sesuatu yang dicampur dengan air) atau tanah”. Walaupun demikian saya banyak melihat kaum wanita yang menggunakan inai (pacar) pada tangan atau kaki mereka, padahal inai yang mereka pergunakan itu adalah sesuatu yang dicampur dengan air dalam proses pembuatannya, kemudian para wanita itu melakukan sholat dengan mempergunakan inai tersebut, apakah hal itu diperbolehkan? Perlu diketahui bahwa para wanita itu mengatakan bahwa inai ini adalah suci, jika ada seseorang yang melarang mereka”. Jawaban: Berdasarkan yang telah kami ketahui bahwa tidak ada hadits yang bunyinya seperti demikian. Sedangkan inai (pacar) maka keberadaan warnanya pada kaki dan tangan tidak memberi pengaruh pada wudlu, karena warna inai tersebut tidak mengandung ketebalan/lapisan, lain halnya dengan adonan, kutek dan tanah yang memiliki ketebalan dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka wudlunya seseorang tidak sah dengan adanya ketebalan tersebut karena air tidak dapat menyentuh kulit. Namun, jika inai ini mengandung suatu zat yang menghalang air untuk sampai ke kulit, maka inai tersebut harus dihilangkan sebagaimana adonan.2) Pertanyaan: Kami mendengar sebagian ulama mengatakan:’Dibolehkan bagi wanita untuk berwudlu tanpa harus menghilangkan kutek (cat kuku), bagaimana menurut Anda? Jawaban: Jika cat kuku itu memiliki bentuk di atas permukaan kuku, maka tidak boleh berwudlu tanpa menghilangkannya sebelum berwudlu. Sementara jika cat kuku itu tidak memiliki bentuk, maka diperbolehkan berwudlu tanpa harus menghilangkan cat kuku itu seperti halnya inai (pacar).3) Pertanyaan: Apakah disunnahkan bagi wanita ketika mengusap kepala dalam berwudlu untuk memulai dari bagian depan kepala hingga bagian belakang, kemudian kembali lagi ke bagian depan kepala sebagaimana yang dilakukan laki-laki dalam berwudlu? Jawaban: Ya, karena pada dasarnya segala sesuatu yang ditetapkan bagi kaum pria dalam hukum-hukum syari’at adalah ditetapkan pula bagi kaum wanita dan begitu juga sebaliknya, suatu ketetapan yang ditetapkan bagi kaum wanita ditetapkan juga bagi kaum pria kecuali dengan dalil. Dalam hal ini saya tidak mengetahui adanya dalil yang memberi kekhususan pada wanita, maka dari hal itu hendaknya kaum wanita mengusap dari bagian depan kepala hingga bagian belakangnya walaupun berambut panjang, karena hal ini tidak memiliki pengaruh, sebab arti dari ketetapn Allah dalam hal ini bukan berarti harus meremas rambut dengan kuat hingga basah melainkan cukup mengusapnya dengan tenang.4) Pertanyaan: Apa hukumnya mengusap rambut yang disanggul (atau dikepang) pada seorang wanita saat berwudlu? Jawaban: Dibolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap rambutnya yang disanggul (atau dikepang) atau terurai, akan tetapi ia tidak boleh mengepang atau menyanggul rambut di bagian atas kepalanya, karena saya khawatir wanita itu akan masuk dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi: ونساء كاسيات عاريات رؤسهن كأسنمة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها, وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا و كذا “Dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk onta yang berlenggak-lenggok, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium baunya walaupun bau Surga tercium dari jarak sekain dan sekian”. B. Hal-hal yang membatalkan Wudlu Pertanyaan: Seorang wanita telah berwudlu untuk melakukan sholat, kemudian bayinya buang air besar atau buang air kecil sehingga perlu dibersihkan, lalu wanita itu membasuh dan membersihkan bayi itu dari najis, apakah hal ini membatalkan wudlu? Jawab: Jika wanita itu menyentuh kemaluan atau dubur bayinya itu, maka dengan demikian wudlunya menjadi batal. Jika tidak menyentuh satu di antara dua tempat keluar kotoran itu maka wudlunya tidak batal kalau hanya sekedar membasuh kotorannya, bahkan sekalipun ia langsung membersihkan najis itu dengan tangannya, walaupun demikian hendaknya ia memperhatikan kesucian tangannya setelah itu dan selalu waspada jangan sampai najis mengenai badannya serta pakaiannya.5) Pertanyaan: Jika seorang wanita telah bersuci lalu memandikan anaknya, apakah diwajibkan baginya untuk mengulang wudlunya? Jawaban: Jika wanita itu memandikan anak perempuannya atau anak laki-lakinya dan menyentuh kemaluan anak itu, maka tidak wajib bagi wanita itu untuk mengulang wudlunya, akan tetapi cukup baginya untuk mencuci kedua tangannya saja, kerana memegang kemaluannya tanpa syahwat tidak membatalkan wudlu, dan sudah dapat diketahui bahwa wanita yang memandikan akan-anaknya tidak terdetik gejolak syahwat dalam hatinya, dan jika ia memandikan putra atau putrinya maka cukup baginya untuk mencuci kedua tangnnya itu, untuk membersihkan najis yang mengenai dirinya tanpa harus berwudlu lagi.6) Pertanyaan: Saya seorang ibu dengan beberapa orang anak, setelah berwudlu saya membersihkan kotoran dan najis yang ada pada anak saya, apakah hal itu membatalkan wudlu atau tidak? Jawaban: Membersihkan najis yang ada pada badan orang yang telah berwudlu atau badan orang lain tidak membatalkan wudlu, akan tetapi jika Anda menyentuh kemaluan anak itu maka hal itu akan membatalkan wudlu, sebagaimana seseorang menyentuh kemaluan dirinya sendiri.7) Pertanyaan: Apakah menyentuh aurat anak kecilku saat mengganti pakaian membatalkan wudlu saya? Jawaban: Menyentuh aurat tanpa adanya pembatas/penghalang membatalkan wudlu, baik yang disentuh itu anak kecil ataupun orang dewasa, berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: من مس فرجه فليتوضأ “Barangsiapa yang menyentuh kemaluanny, maka hedaklah ia berwudlu” Maka menyentuh kemaluan orang lain sama hukumnya dengan menyentuh kemaluannya sendiri.8) Pertanyaan: Apakah keluarnya angin dari kemaluan (Farj) wanita menyebabkan batalnya wudlu atau tidak? Jawaban: Angin yang keluar dari kemaluan wanita tidak membatalkan wudlu, karena angin itu tidak keluar dari tempat najis sebagaimana keluarnya angina dari dubur.9) Pertanyaan: Seorang wanita jika sedang melakukan sholat, termasuj ruku’ dan sujud, kemudian keluar angina dari kemaluannya khususnya pada saat sujud, duduk diantara dua sujud, duduk tasyahud dan ruku’, terkadang keluarnya angin ini terdengar oleh rekannya yang berada di belakangnya, apakah hal ini merupakan pembatal sholat wanita itu? Dan terkadang angin yang keluar itu sangat sedikit sekali hingga tidak terdengar, apakah hal serupa ini membatalkan wudlu dan juga sholat? Jawaban: Keluarnya angina dari kemaluan wanita tidak membatalkan wudlu dan juga tidak membatalkan sholat.10) Pertanyaan: Apakah menyentuh wanita membatalkan wudlu? Jawaban: Yang benar adalah bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudlu kecuali jika keluar sesuatu dari kemaluannya, hal ini berdasarkan riwayat shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya:”Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium salah seorang istrinya kemudian beliau melaksanakan sholat tanpa mengulangi wudlunya”. Karena pada dasarnya tidak ada sesuatu apapun yang membatalkan wudlu hingga terdapat dalil jelas dan shahih yang menyatakan bahwa hal itu membatalkan wudlu dan karena si pria dianggap telah menyempurnakan wudlunya sesuai dengan dalil syar’i. Sesuatu yang telah ditetapkan oleh dalil syar’I tidak dapat dibantah kecuali dengan dalil syar’I juga. Jika ditanyakan bagaimana dengan firman Allah Azza wa Jalla: {أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء } (43) سورة النساء “…atau kamu telah menyentuh perempuan…” (QS. An-Nisa: 43). Maka jawabannya adalah: Yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat ini adalah bersetubuh sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Ibn Abbas radhiallah ‘annhu.11) Pertanyaan: Batalkah wudlu karena berjabatan tangan dengan wanita asing, sementara telah diketahui bahwa perbuatan ini adalah haram? Dan dalam kitab-kitab fiqh kami menemukan beberapa hadits yang menyatakan bahwa menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudlu, dan ungkapan ini bersifat umum. Apakah ungkapan yang bersifat umum ini menjadi terikat dengan sesuatu yang membolehkan seorang pria menyentuh wanita atau tidak? Jawaban: Yang benar menurut pendapat para ulama adalah bahwa menyentuh wanita atau berjabat tangan dengan wanita tidaklah membatalkan wudlu, baik wanita itu orang asing atau mahram, karena pada dasarnya seorang pria itu tetap dalam keadaan berwudlu (suci) hingga terdapat dalil syar’I yang menetapkan bahwa wudlunya batal. Sementara tidak ada dalam hadits shahih yang menyatakan bahwa menyentuh wanita asing membatalkan wudlu. Sedangkan kata menyentuh dalam firman Allah Azza wa Jalla: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ} (6) سورة المائدة Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6) Bahwa yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat di atas adalah bersetubuh, demikian pendapat yang shahih di antara pendapat-pendapat ulama.12) Pertanyaan: Apakah wudlu akan menjadi batal hanya karena melihat kaum pria dan wanita yang sedang bertelanjang? Dan batalkah wudlu seorang pria jika ia melihat kemaluannya? Jawaban: Wudlu tidak batal hanya dikarenakan melihat kaum pria dan wanita yang sedang telanjang, juga wudlu tidak batal hanya karena melihat kemaluannya sendiri, karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut membatalkan wudlu.13) Pertanyaan: Apakah bidan yang menangani persalinan wajib mandi atau cukup berwudlu? Jawaban: Tidak wajib baginya untuk mandi atau berwudlu hanya karena menangani persalinan seorang wanita hamil, akan tetapi yang wajib baginya adalah mencuci badannya atau bakaiannya yang terkena najis darah atau lainnya jika ia hendak melakukan sholat, akan tetapi wudlunya batal jika ia menyentuh kemaluan wanita hamil itu saat melahirkan.14) Pertanyaan: Apakah wanita yang menggunakan cream minyak rambut dan lipstick dapat membatalkan wudlunya? Jawaban: Wanita yang memakai minyak cream atau lainnya tidak membatalkan wudlunnya, dan juga tidak membatalkan puasa, akan tetapi dalam hal puasa jika pemerah bibir itu memiliki rasa, maka sebaiknya pemerah bibir itu tidak digunakan karena dikhawatirkan rasa itu akan masuk ke dalam mulut dan tertelan.15) Catatan Kaki: 1) Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 4/148. Disusun oleh: Fahd Sulaiman. 2) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/217. 3) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/218. 4) Majmu’ Fatawa wa Rasail, 4/151. 5) Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, 2/75. 6) Majmu Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 4/203. 7) Majalah Buhuts Al-Ilmiyyah, 22/62. 8) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/265. 9) Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 4/197. 10) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/159. 11) Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 4/201. 12) Majmu’ Fatawa Lanjah Ad-Daimah, 5/268. 13) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, hal. 270. 14) Majmu’ Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/316. 15) Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 4/201. Labels: Thoharoh
|